Hibarbuna.com!
Di tengah hiruk pikuk modernitas, ungkapan kuno Sunda "Ratu hilang pengaruh, pandita hilang kehormatan, wongatua hilang wibawa" bagaikan bisikan leluhur yang mengingatkan kita tentang keseimbangan. Ungkapan ini bukan sekadar ramalan, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang pentingnya harmonisasi dalam tata kelola pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Lebih dari Sekadar Ramalan:
Ungkapan ini bukan sekadar ramalan tentang masa depan, melainkan sebuah cerminan realitas yang dapat terjadi ketika pilar-pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mulai runtuh.
- "Ratu hilang pengaruh" melambangkan melemahnya kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti korupsi, inkonsistensi kebijakan, dan kurangnya transparansi.
- "Pandita hilang kehormatan" mencerminkan memudarnya nilai-nilai moral dan spiritualitas dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat dari maraknya tindakan kriminal, degradasi moral, dan melemahnya nilai-nilai keagamaan.
- "Wongatua hilang wibawa" menandakan runtuhnya keteladanan dan kebijaksanaan para orang tua. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya komunikasi dan interaksi antar generasi, serta minimnya figur panutan bagi generasi muda.
Ketiga pilar ini, yaitu kepemimpinan yang kuat, nilai-nilai luhur, dan kebijaksanaan para orang tua, merupakan fondasi penting dalam membangun bangsa yang sejahtera dan berkelanjutan. Ketika pilar-pilar ini mulai rapuh, maka kehancuran dan kekacauan menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.
Menelusuri Jejak Sasaka Domas:
Ungkapan "Ratu Ilang Pengaruh, Pandita Ilang Komara, Wongatua Ilang Wiwaha" erat kaitannya dengan konsep "Sasaka Domas", warisan budaya Sunda yang menjadi landasan kehidupan leluhur. Konsep ini berlandaskan pada tiga pilar utama:
- Tata Aturan Kesemestaan: Hukum alam yang abadi dan tak tergoyahkan, menjadi pedoman bagi seluruh makhluk hidup. Hukum ini meliputi keseimbangan alam, siklus kehidupan, dan hukum karma.
- Sistem Nilai: Tanggapan manusia terhadap hukum alam yang terus berkembang seiring zaman. Nilai-nilai ini termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti adat istiadat, tradisi, dan norma sosial.
- Tata Laku Pemerintahan: Penerapan dua pilar di atas dalam kehidupan bermasyarakat. Tata kelola yang baik harus selaras dengan hukum alam dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur.
Alam sebagai Fondasi Kehidupan:
Berbeda dengan paradigma modern yang mengeksploitasi alam, Sasaka Domas menempatkan alam sebagai fondasi utama kehidupan. Keseimbangan dengan alam menjadi kunci keharmonisan dan kesejahteraan. Kearifan lokal seperti menjaga hutan, melestarikan sumber daya alam, dan hidup selaras dengan alam merupakan cerminan dari filosofi ini.
Menemukan Solusi di Tengah Permasalahan:
Melihat berbagai permasalahan bangsa dan negara saat ini, seperti korupsi, degradasi moral, dan kerusakan lingkungan, ungkapan "Ratu Ilang Pengaruh, Pandita Ilang Komara, Wongatua Ilang Wiwaha" menjadi sebuah pengingat untuk kembali ke tatanan yang selaras dengan alam.
Sejarah sebagai Guru Bangsa:
Sejarah dengan berbagai peninggalannya (situs, patilasan, naskah kuno) menjadi sumber pengetahuan penting dalam memahami Sasaka Domas. Kajian sejarah yang mendalam, termasuk tentang tata aturan kesemestaan dan nilai-nilai luhur leluhur, dapat membantu kita menemukan solusi bagi permasalahan bangsa saat ini.
Memahami Dinamika Zaman:
Simbol dan pernak-pernik pemerintahan (ratu, pandita, wongatua) akan selalu mengalami perubahan seiring zaman. Yang esensial adalah nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Memahami dinamika zaman berarti mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut ke dalam bentuk yang baru, sesuai dengan kebutuhan dan konteks masa kini.
Contoh Penerapan Nilai-Nilai Sasaka Domas:
- Menerapkan sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
- Memperkuat pendidikan moral dan spiritualitas di sekolah dan keluarga.
- Mendorong interaksi antar generasi dan menghormati kebijaksanaan para orang tua.
- Melestarikan kearifan lokal dan menjaga keseimbangan alam.
Kesimpulan:
Ungkapan "Ratu Ilang Pengaruh, Pandita Ilang Komara, Wongatua Ilang Wiwaha" bukan sekadar ramalan, melainkan sebuah refleksi dan pengingat untuk kembali ke tatanan yang selaras dengan alam. Kajian sejarah dan pemahaman terhadap perkembangan zaman menjadi kunci dalam membangun bangsa dan negara yang sejahtera dan berkelanjutan.
Kembali ke alam bukan berarti menolak modernitas, melainkan mencari keseimbangan antara kemajuan teknologi dengan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal. Dengan kembali ke akar budaya dan filosofi leluhur, kita dapat menemukan solusi bagi berbagai permasalahan bangsa dan negara saat ini.
Mari jadikan ungkapan ini sebagai cambuk untuk membangun bangsa yang lebih baik, di mana kepemimpinan yang kuat, nilai-nilai luhur, dan kebijaksanaan para orang tua bersatu padu dalam menciptakan tatanan kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan.
Semoga artikel ini bermanfaat!
Hibarbuna.com!
- Seuweu siwicimanuk
- Lakupatanjala